Soal bentuk uraian menuntut akseptor didik untuk mengorganisasikan gagasan-gagasan atau hal-hal yang telah dipelajarinya dalam bentuk uraian tertulis.
Keunggulan dan keterbatasan soal bentuk uraian
- Keunggulan Dapat mengukur kompetensi akseptor didik dalam hal menyajikan balasan terurai secara bebas, mengorganisasikan pikirannya, mengemukakan pendapatnya, dan mengekspresikan gagasan-gagasan dengan memakai kata-kata atau kalimat akseptor didik sendiri.
- Keterbatasan Jumlah bahan atau pokok bahasan yang sanggup ditanyakan terbatas, waktu untuk menyidik balasan cukup lama, penskorannya relatif subjektif, dan Penyusunan Soal USBN Puspendik 8 tingkat reliabilitas relatif lebih rendah dibandingkan dengan soal bentuk pilihan ganda alasannya reliabilitas skor pada soal bentuk uraian sangat tergantung pada penskor tes.
Berdasarkan penskoran, soal bentuk uraian diklasifikasikan menjadi uraian objektif dan uraian non objektif.
- Soal bentuk uraian objektif yaitu rumusan soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan balasan dengan pengertian/konsep tertentu sehingga penskoran sanggup dilakukan secara objektif.
- Soal bentuk uraian non objektif yaitu rumusan soal yang menuntut sehimpunan balasan berupa pengertian/konsep berdasarkan pendapat masingmasing akseptor didik sehingga penskorannya sukar dilakukan secara objektif (penskoran sanggup mengandung unsur subjektivitas).
Pada prinsipnya, perbedaan antara soal bentuk uraian objektif dan non objektif terletak pada kepastian penskoran. Pada soal uraian bentuk objektif, anutan penskoran berisi kunci balasan yang lebih pasti. Setiap kata kunci diuraikan secara terang dan diberi skor 1. Pada soal uraian bentuk non objektif, anutan penskoran berisi kriteria-kriteria dan setiap kriteria diskor dalam bentuk rentang skor.
Kaidah Penulisan Soal Uraian
Beberapa kaidah yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal bentuk uraian yaitu sebagai berikut:
Materi
- Soal harus sesuai dengan indikator.
- Batasan pertanyaan dan balasan yang dibutuhkan (ruang lingkup) harus jelas.
- Isi bahan sesuai dengan tujuan pengukuran, misal soal Matematika harus menanyakan kompetensi Matematika, bukan kompetensi berbahasa atau yang lainnya.
- Isi bahan yang ditanyakan sudah sesuai dengan jenjang, jenis sekolah, atau tingkat kelas. Tingkat kompetensi yang diukur harus diadaptasi dengan tingkatan akseptor didik, misal kompetensi pada jenjang Sekolah Menengan Atas dihentikan ditanyakan pada jenjang SMP, walaupun materinya sama, atau sebaliknya soal untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama dihentikan ditanyakan pada jenjang SMA.
Konstruksi
- Rumusan kalimat soal atau pertanyaan harus memakai kata-kata tanya atau perintah yang menuntut balasan terurai, seperti: mengapa, uraikan, jelaskan, bandingkan, hubungkan, tafsirkan, buktikan, hitunglah. Jangan memakai kata tanya yang tidak menuntut balasan uraian, misalnya: siapa, di mana, kapan. Demikian juga katakata tanya yang hanya menuntut balasan ya atau tidak.
- Buatlah petunjuk yang terang wacana cara mengerjakan soal.
- Buatlah anutan penskoran segera sesudah soal ditulis dengan cara menguraikan komponen yang akan dinilai atau kriteria penskoran, besar skor bagi setiap komponen, atau rentang skor yang sanggup diperoleh untuk setiap kriteria dalam soal yang bersangkutan.
- Hal-hal lain yang menyertai soal menyerupai tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya harus disajikan dengan jelas, berfungsi, dan terbaca, sehingga tidak menjadikan penafsiran yang berbeda dan juga harus bermakna.
- Rumusan butir soal memakai bahasa (kalimat dan kata-kata) yang sederhana dan komunikatif sehingga gampang dipahami oleh akseptor didik.
- Rumusan soal tidak mengandung kata-kata yang sanggup menyinggung perasaan akseptor didik atau kelompok tertentu.
- Rumusan soal tidak memakai kata-kata/kalimat yang menjadikan penafsiran ganda atau salah pengertian.
- Butir soal memakai Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
- Rumusan soal sudah mempertimbangkan segi bahasa dan budaya.
- Jangan memakai bahasa yang berlaku setempat.
Pedoman penskoran merupakan panduan atau petunjuk yang menjelaskan wacana batasan atau kata-kata kunci atau konsep untuk melaksanakan penskoran terhadap soal-soal bentuk uraian objektif dan kemungkinan-kemungkinan balasan yang dibutuhkan atau kriteria-kriteria balasan yang dipakai untuk melaksanakan penskoran terhadap soal-soal uraian non objektif. Pedoman penskoran untuk setiap butir soal uraian harus disusun segera sesudah penulisan soal.
Kaidah Penulisan Pedoman Penskoran
Uraian Objektif
- Tuliskan semua kemungkinan balasan benar atau kata kunci balasan dengan terang untuk setiap nomor soal.
- Setiap kata kunci diberi skor 1 (satu).
- Apabila suatu pertanyaan memiliki beberapa subpertanyaan, rincilah kata kunci dari balasan soal tersebut menjadi beberapa kata kunci subjawaban. Kata-kata kunci ini dibuatkan skornya masing-masing 1.
- Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada soal. Jumlah skor ini disebut skor maksimum dari satu soal.
Uraian Non objektif
- Tuliskan garis-garis besar balasan sebagai kriteria balasan untuk dijadikan anutan atau dasar dalam memberi skor. Kriteria balasan disusun sedemikian rupa sehingga pendapat/pandangan eksklusif akseptor didik yang berbeda sanggup diskor berdasarkan mutu uraian jawabannya.
- Tetapkan rentang skor untuk tiap garis besar jawaban. Besar rentang skor terendah 0 (nol), sedangkan rentang skor tertinggi ditentukan berdasarkan keadaan balasan yang dituntut oleh soal itu sendiri. Semakin kompleks jawaban, rentang skor semakin besar. Untuk memudahkan penskoran, setiap rentang skor diberi rincian berdasarkan kualitas jawaban, contohnya untuk rentang skor 0 - 3: balasan tidak baik 0, agak baik 1, baik 2, sangat baik 3. Kriteria kualitas balasan (baik tidaknya jawaban) ditetapkan oleh penulis soal.
- Jumlahkan skor tertinggi dari tiap-tiap rentang skor yang telah ditetapkan. Jumlah skor dari beberapa kriteria ini disebut skor maksimum dari satu soal.
- Pemberian skor pada balasan uraian sebaiknya dilakukan per nomor soal yang sama untuk semua balasan akseptor didik biar konsistensi penskor terjaga dan skor yang dihasilkan adil untuk semua akseptor didik.
- Untuk uraian objektif: periksalah balasan akseptor didik dengan mencocokkan balasan dengan anutan penskoran. Setiap balasan akseptor didik yang sesuai dengan kunci dinyatakan “Benar” dan diberi skor 1, sedangkan balasan akseptor didik yang tidak sesuai dengan kunci dianggap “Salah” dan diberi skor 0. Tidak dibenarkan memberi skor selain 0 dan 1. Apabila ada balasan akseptor didik yang kurang sempurna, kurang memuaskan, atau kurang lengkap, pemeriksa harus sanggup menilai seberapa jauh hal itu terjadi. Dengan demikian sanggup diputuskan akan diberi skor 0 atau 1 untuk balasan tersebut.
- Untuk uraian non objektif: periksalah balasan akseptor didik dengan mencocokkan balasan dengan anutan penskoran. Pemberian skor diadaptasi antara kualitas balasan akseptor didik dan kriteria jawaban. Di dalam anutan penskoran sudah ditetapkan skor yang diberikan untuk setiap tingkatan kualitas jawaban.
- Baik soal uraian objektif maupun soal non objektif, bila tiap butir soal sudah final diskor, hitunglah jumlah skor perolehan akseptor didik pada setiap nomor butir soal.
- Apabila dalam satu tes terdapat lebih dari satu nomor soal uraian, setiap nomor soal uraian diberi bobot. Pemberian bobot dilakukan dengan membandingkan semua soal yang ada dilihat dari kedalaman materi, kerumitan/kompleksitas jawaban, dan tingkat kognitif yang diukur. Skala yang dipakai dalam satu tes yaitu 10 atau 100 sehingga jumlah bobot dari semua soal yaitu 10 atau 100. Pemberian bobot pada setiap soal uraian dilakukan pada ketika merakit tes.
- Kemudian lakukan perhitungan nilai dengan memakai rumus: Nilai Tiap Soal = Skor perolehan akseptor didik : Skor Maksimum tiap soal x Bobot
No comments:
Post a Comment